Minggu, 27 Februari 2011

Globalisasi adalah meningkatnya saling keterkaitan di antara berbagai belahan dunia melalui terciptanya proses ekonomi, lingkungan, politik, dan perubahan kebudayaan. Globalisasi merupakan salah satu hal yang harus dihadapi oleh berbagai bangsa di dunia, termasuk Indonesia. Sebagai anggota masyarakat dunia, Indonesia pasti tidak dapat dan tidak akan menutupi diri dari pergaulan internasional, karena antara negara satu dan negara lainnya pasti terjadi saling ketergantungan.

Adapun peristiwa-peristiwa dalam sejarah dunia yang meningkatkan proses globalisasi antara lain:

* Ekspansi negara-negara Eropa ke belahan dunia lain.
* Munculnya kolonialisme dan imperialisme.
* Revolusi industri yang dapat mendorong pencarian barang hasil produksi.
* Pertumbuhan kapitalisme, yaitu sistem dan paham ekonomi yang modalnya bersumber dari modal pribadi atau modal perusahaan swasta dengan ciri persaingan dalam pasaran bebas.
* Meningkatnya telekomunikasi dan transportasi berkat ditemukannya telepon genggam dan pesawat jet pasca Perang Dunia II.

Faktor-faktor pendorong globalisasi antara lain:

* Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
* Diterapkannya perdagangan bebas.
* Liberalisasi keuangan internasional.
* Meningkatnya hubungan antar negara.

Tujuan globalisasi ada tiga macam, yaitu:

* Mempercepat penyebaran informasi.
* Mempermudah setiap orang memenuhi kebutuhan hidup.
* Memberi kenyamanan dalam beraktifitas.

Globalisasi memiliki arti penting bagi bangsa Indonesia, yaitu kita dapat mengambil manfaat dari globalisasi dan menerapkannya di Indonesia. Manfaat globalisasi antara lain kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempermudah arus modal dari negara lain, dan meningkatkan perdagangan internasional.

Globalisasi memiliki nilai-nilai positif namun juga memiliki nilai-nilai negatif. Untuk menyaring nilai-nilai negatif maka kita harus berpedoman pada nilai-nilai Pancasila, karena nilai-nilai Pancasila sesuai dengan situasi dan kondisi bangsa Indonesia. Jika kita mengambil nilai-nilai negatif globalisasi, maka yang akan terjadi adalah kaburnya jati diri bangsa Indonesia dan masuknya kebiasaan-kebiasaan yang buruk.

POLITIK LUAR NEGERI RI DALAM MENYIKAPI ISU-ISU GLOBAL: GLOBALISASI, LINGKUNGAN, DAN EKONOMI INTERNASIONAL

Pada pembahasan kali ini akan membahas tentang politik luar negeri Indonesia dalam menyikapi isu-isu global, yang meliputi tiga aspek, yaitu globalisasi, lingkungan, dan ekonomi internasional.

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Sebagai proses, globalisasi berlangsung melalui dua dimensi dalam interaksi antar bangsa, yaitu dimensi ruang dan waktu. Ruang makin dipersempit dan waktu makin dipersingkat dalam interaksi dan komunikasi pada skala dunia. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Dunia kini memiliki karakteristik global. Artinya, integrasi dunia makin ketat dan kaitan antara satu negara dengan negara lain makin erat. Peristiwa di satu negara yang jauh, akan terdengar dan bahkan berimbas di negara-negara lain. Dalam hal politik luar negeri Indonesia, maka untuk menghadapi era globalisasi adalah bagaimana pelaksanaan politik luar negeri Indonesia tersebut dalam percaturan internasional. Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia diarahkan pada prioritas mengupayakan dan mengamankan serta meningkatkan kerja sama dan dukungan negara-negara sahabat serta badan-badan internasional bagi percepatan pemulihan perekonomian nasional. Sekaligus mengupayakan pulihnya kepercayaan internasional terhadap tekad dan kemampuan pemerintah Indonesia untuk mengatasi krisis multidimensional yang sedang dihadapi saat ini. Dan untuk menumbuhkan kepercayaan dunia internasional tersebut, yang harus dilakukan dalam pelaksanaan politik luar negeri Indonesia adalah dengan kebijakan yang dapat memperkuat keunggulan diplomasi Indonesia.

Perubahan iklim global merupakan isu global yang banyak mendapatkan perhatian dari masyarakat dunia saat ini, karena dampak yang di timbulkan akan mengancam kelangsungan hidup bumi dan isinya. Isu lingkungan seperti ini, dalam studi hubungan internasional mengemuka sejak tahun 1960-an, dimana degradasi lingkungan terjadi akibat dari pertumbuhan era industrialisasi. Dalam politik internasional faktor pendukung seperti geografi, demografi dan distribusi sumber daya alam menjadi bagian yang penting. Ekspansi bahan mentah dari negara maju ke negara berkembang di anggap sebagai faktor pendukung masalah tersebut. Sebagai salah satu bentuk pelaksanaan politik luar negeri Indonesia terkait dengan isu lingkungan adalah kebijakan pemerintah Indonesia untuk bekerja sama dengan negara-negara tetangga, seperti dalam kawasan ASEAN, untuk menangani permasalahan lingkungan dan bahkan membuat suatu perjanjian, yang merupakan perjanjian internasional lingkungan, di mana perjanjian ini mengikat secara hukum dan ditandatangani antara semua negara-negara ASEAN, sebagai suatu perjanjian yang menanggapi adanya salah satu permasalahan lingkungan.

Globalisasi perekonomian telah menjadi hard fact bagi semua negara termasuk berlaku di negara-negara sedang berkembang. Bagi sebagian negara, terutama bagi negara industri maju, hal tersebut telah mendatangkan berkah. Namun bagi sebagian besar lainnya, terutama sebagian besar negara berkembang seperti Indonesia, belum banyak membawa manfaat. Indonesia, sebagai negara yang sedang berkembang, memanfaatkan globalisasi perekonomian tersebut sebagai suatu cara untuk menjalin kerja sama ekonomi bilateral maupun multilateral, baik kerja sama kemitraan ekonomi, kerja sama keuangan, investasi, perdagangan, maupun kerja sama secara umum yang menangani isu ekonomi dan keuangan. Dalam ekonomi internasional, diperlukan suatu kebijakan luar negeri Indonesia, di mana kebijakan tersebut dapat menyeimbangkan kedudukan ekonomi Indonesia dalam perekonomian internasional, seperti pada kenyataannya sekarang ini, bahwa perekonomian Amerika lah yang menjadi patokan bagi perekonomian sebagian besar negara-negara di dunia. Salah satu contoh politik luar negeri Indonesia dalam hal isu mengenai ekonomi internasional adalah kebijakan Indonesia pada krisis Asia tahun 1997 untuk menerima bantuan keuangan dari IMF sebagai bentuk kerja sama.

Pelaksanaan politik dan hubungan luar negeri Indonesia diprioritaskan pada upaya-upaya untuk mendukung pemulihan ekonomi nasional, peningkatan citra positif Indonesia, serta dukungan masyarakat internasional terhadap integritas dan kedaulatan Indonesia menghadapi berbagai gejolak disintegrasi nasional. Upaya-upaya tersebut ditempuh melalui pelaksanaan program penguatan politik luar negeri dan diplomasi, program peningkatan kerja sama ekonomi luar negeri, program perluasan perjanjian ekstradisi, program peningkatan kerja sama bilateral, regional, dan global/multilateral.

Globalisasi

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah suatu proses dari gagasan yang dimunculkan, kemudian ditawarkan untuk diikuti oleh bangsa lain yang akhirnya sampai pada suatu titik kesepakatan bersama dan menjadi pedoman bersama bagi bangsa- bangsa di seluruh dunia. (Menurut Edison A. Jamli dkk.Kewarganegaraan.2005)

Terdapat beberapa pengaruh positif globalisasi terhadap politik luar negeri RI. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan Indonesia kini dijalankan secara lebih terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat sehingga rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.

Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

Namun demikian tidak ada hal yang benar-benar sempurna di dunia ini. Terdapat pula efek negatif globalisasi yang mempengaruhi PLNRI. Diantaranya globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang

Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian antarperilaku sesama warga.

Pengaruh- pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

Banyak orang berpendapat bahwa sejak krismon 1997 Indonesia telah menjadi korban arus besar globalisasi yang telah menghancur-leburkan sendi-sendi kehidupan termasuk ketahanan moral bangsa. Sejumlah masalah yang sungguh memprihatinkan adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan Indonesia telah dipengaruhi secara tidak wajar dan telah terkecoh oleh teori-teori ekonomi Neoklasik versi Amerika yang agresif khususnya dalam ketundukannya pada aturan-aturan tentang kebebasan pasar, yang keliru menganggap bahwa ilmu ekonomi adalah obyektif dan bebas nilai, yang menunjuk secara keliru pada pengalaman pembangunan Amerika, dan yang semuanya jelas tidak tepat sebagai obat bagi masalah-masalah yang dihadapi masyarakat Indonesia dewasa ini.

Pakar-pakar ekonomi Indonesia yang memperoleh pendidikan ilmu ekonomi Mazhab Amerika, pulang ke negerinya dengan penguasaan peralatan teori ekonomi yang abstrak, dan serta merta merumuskan dan menerapkan kebijakan ekonomi yang menghasilkan pertumbuhan, yang menurut mereka juga akan membawa kesejahteraan dan kebahagiaan bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Para teknokrat ini bergaul akrab dengan pakar-pakar dari IMF dan Bank Dunia, dan mereka segera tersandera ajaran dogmatis tentang pasar, dengan alasan untuk menemukan lembaga dan harga-harga yang tepat, dan selanjutnya menggerakkan mereka lebih lanjut pada penelitian-penelitian dan arah kebijaksanaan yang memuja-muja persaingan atomistik, intervensi pemerintah yang minimal, dan menganggung-agungkan keajaiban pasar sebagai sistem ekonomi yang baru saja dimenangkan. Doktrin ini sungguh sangat kuat daya pengaruhnya terutama sejak jatuhnya rezim Stalin di Eropa Tengah dan Timur dan bekas Uni Soviet.

Lingkungan

Isu pemanasan global telah mencuat kepermukaan dengan adanya data-data ilmiah yang menunjukan efek pemanasan ini akan menyebabkan ketidak seimbangan terhadap ekosistem diseluruh permukaan dunia. hal itu disebabkan adanya peningkatan dan konsumsi ‘fossil fuel’ sebagai bagian perkembangan teknologi industri yang menciptakan pencapaian kepuasaan dengan efisiensi tetapi tanpa meninjau lebih terhadap efek yang diberikan terhadap lingkungan.

Sebagai negara yang mempunyai potensi alam yang luas, terbentang dari barat hingga timur gugusan kepulauan Indonesia. Menjadikan Indonesia sebagai salah satu bentangan kekuatan alam yang dapat menjaga stabilitas ekosistem di bumi. Tuntutan dunia internasional yang menginginkan agar isu pemanasan global ini dijadikan salah satu agenda utama dalam “pergaulan” internasional. Indonesia dengan kemudiannya menggunakan isu ini untuk menunjukan keikutsertaan dan kepeduliannya dalam lingkungan global yang dalam bentuk nyata telah dilakukan dengan pendekatan kepada seluruh negara untuk ikut serta dalam menangani dan mencapai solusi dalam isu global ini.

UNFCCC yang diadakan di Bali memberikan pandangan dunia bahwasanya Indonesia sebagai negara yang memiliki bentangan alam dan hutan tropis yang besar di mana menunjukan dunia internasional tidak dapat mengelak bahwa Indonesia mempunyai salah satu faktor pemecah masalah pemanasan global. Perihal ini dapat menempatkan Indonesia sebagai sebagai salah satu ‘keeper’ terhadap kekuatan alam yang dapat mengimbangi isu pemanasan global. Dengan itu pemerintah Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi pembuka jalan untuk menentukan kemana seharusnya perkembangan masyarakat dunia diarahkan.

Indonesia ikut andil dan berperan serta dalam hal kontribusinya akan menjaga agar dunia ini tetap dalam kondisi sehat, dan hal ini diwujudkan dalam beberapa tindakan konkritnya yang berhubungan dengan lingkungan hidup. Di luar tataran kerja sama bilateral, kerja sama di bidang lingkungan hidup dan penanggulangan perubahan iklim merupakan salah satu fokus kerja sama Indonesia. Melalui UU Nomor 6/1994 Indonesia telah meratifikasi UNFCCC dan melalui UU Nomor 17/2004 telah meratifikasi Protokol Kyoto. Selain itu, Indonesia berhasil menyelenggarakan Pertemuan ke-13 Konferensi Negara Pihak (Conference of Parties/COP) Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC) dan Pertemuan ke-3 Negara Pihak (Meeting of Parties/MOP) Kyoto Protocol telah diselenggarakan di Bali, Indonesia pada tanggal 3-15 Desember 2007. Sejumlah keputusan penting pertemuan COP/MOP antara lain adalah keputusan mengenai Bali Roadmap yang mencakup bidang mitigasi, adaptasi, pengembangan dan transfer teknologi, keuangan dan investasi dan “way forward”. Elemen penting Bali Roadmap adalah “Bali Action Plan” yang merupakan kesepakatan negara pihak Konvensi untuk memulai suatu proses negosiasi di bawah “Convention track” yang diharapkan dapat diselesaikan pada 2009. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, dalam kerja sama di bidang lingkungan hidup, Indonesia juga merupakan negara pihak Konvensi Basel yang bertujuan untuk mengatasi masalah pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) atau toxic waste.

Dalam masalah lingkungan hidup, guna menindaklanjuti hasil COP-13/CMP-3 Indonesia berkomitmen untuk tetap terlibat aktif tidak hanya hingga Kepemimpinan Indonesia sebagai Presiden COP berakhir, namun sampai dengan tahun 2009 ketika rezim perubahan iklim yang baru diharapkan dapat disepakati. Indonesia menekankan pentingnya menjaga momentum pascaBali dan memuat hasil akhir di Kopenhagen, Denmark, agar tersusun secara kronologis. Pada tingkat nasional, sebagai bentuk komitmen dalam mengatasi isu perubahan iklim, Indonesia akan mendirikan Indonesian Center for Climate Change yang akan berfungsi sebagai focal point dalam menindaklanjuti segala hal terkait dengan isu Climate Change. Dalam kaitan ini, Indonesia mengharapkan dukungan dari berbagai pihak dalam memfasilitasi kerja sama teknis di area mitigasi, adaptasi, Reducing Emisson from Deforestation in Developing Countries (REDD) dan transfer teknologi. Indonesia berencana untuk mengadakan pertemuan di tingkat

Kepala Pemerintahan, khususnya di tingkat Kepala Pemerintahan Troika (Indonesia, Polandia dan Denmark) serta beberapa Kepala Negara terkait untuk mengadakan pertemuan informal, sebagai political commitment dari apa yang telah disepakati di Bali. Rencana Indonesia tersebut telah disambut dengan baik oleh Sekjen PBB.

Ekonomi Internasional

Situasi perekonomian dunia mulai menunjukkan pemulihan, khususnya di kawasan Asia. Namun, pemulihan yang terjadi lebih disebabkan oleh stimulus fiskal yang dilakukan oleh pemerintah dan belum mencerminkan perbaikan di sektor riil yaitu peningkatan output, tingkat investasi dan perdagangan maupun penurunan tingkat pengangguran. Proses pemulihan juga tidak akan merata dirasakan per kawasan akan berdampak buruk bagi proses pertumbuhan ekonomi dan pencapaian target pembangunan internasional.

Krisis keuangan global telah memicu kesadaran, khususnya dari negara maju, tentang perlunya upaya untuk melakukan perbaikan global governance sistem keuangan dan ekonomi dunia untuk menghindari terulangnya krisis dengan lebih mengikutsertakan emerging economies yang perannya semakin penting dalam dinamika ekonomi global. Dalam kaitan ini, terbuka peluang untuk lebih menyuarakan kepentingan negara berkembang baik seperti pendanaan bagi pembangunan dalam upaya memulihkan ekonomi maupun dalam agenda yang lebih luas yaitu perbaikan global economic governance.

Indonesia telah memainkan peran aktif dalam KTT G-20 di Washington DC dan London. Untuk KTT Pittsburgh mendatang pembahasan menurut rencana terbagi tiga bagian yaitu: (i) tindak lanjut hasil KTT Washington dan London, tindak lanjut rekomendasi laporan IFIs, MDBs, FSBs, dan Pertemuan Tingkat Menteri Keuangan; (ii) langkah-langkah selanjutnya untuk membahas pola pertumbuhan ekonomi masa depan, restrukturisasi perekonomian, serta pemulihan ekonomi; (iii) langkah-langkah untuk membantu pembangunan negara-negara yang tergolong poorest of the poor. Indonesia bersama Perancis memimpin WG4 untuk memonitor program implementasi komitmen MDBs terhadap kesepakatan KTT London dan Washington DC. Bersama Australia dan Afrika Selatan, Indonesia juga menjadi co-author mengenai pengembangan pasar karbon. Selain itu, Indonesia juga berpartisipasi aktif dalam expert group G20 yaitu 1) Financial Access, 2) Non-Cooperative Jurisdiction, 3) Climate Change, 4) New Agreement on Borrowing dan 5) Charter for Sustainable Economic Activity.

Analisis

Politik luar negeri dalam suatu negara diletakan dalam kebijakan dan aksi yang saling berkesinambungan dan perubahaan yang saling berinteraksi. Dalam langkah pengambilan keputusan politik luar negeri menurut Snyder dalam essaynya “Foreign Policy Decision Making” dikatakan sedikitnya pengambilan keputusan dipengaruhi oleh tiga faktor utama: lingkungan internal, struktur dan perilaku sosial, serta lingkungan eksternal. Pengambilan keputusan luar negeri yang kemudian oleh elite politik dijadikan arah bagi kebijakan dan aksi yang akan diambil. Seperti dalam halnya suatu sistem, proses transformasi input dan output merupakan pencerminan dari pengelolaan politik luar negeri sebuah negara. Dalam arus globalisasi yang berkembang, diperlukan kecermataan dalam pengambilan keputusan politik luar negeri Indonesia, sehingga pada akhirnya tidak merugikan kepentingan nasionalnya. Politik bebas aktif Indonesia seharusnya menjadikan Indonesia dapat berperan besar dalam rangka partispasinya di dunia Internasional di tengah-tengah arus globalisasi ini. Tidak hanya perihal itu saja; sebagai sebuah negara yang memilik sumber kekayaan alam yang besar, Indonesia berpotensi mempunyai kekuataan di dunia internasional. Maka kedua hal ini seharusnya dapat membawa Indonesia menempati posisi yang cukup kuat di mata internasional.

Perkembangan di bidang teknologi dan ekonomi di Indonesia dapat ditentukan untuk perkembangan yang mengarah kepada stablitas lingkungan. Indonesia dapat menarik ‘interest’ dunia internasional untuk memanfaatkan Indonesia sebagai acuan dalam perkembangan masyarakat dunia. Dari sinilah ditekankan Indonesia memiliki politik lingkungan yang tidak hanya bersifat nasional tetapi juga internasional. Di lain sisi kekayaan yang ada dalam perut bumi Indonesia juga dapat menjadi faktor utama untuk menggerakan perekonomian nasional dan ikut serta meraih posisi dalam globalisasi. Pemerintah Indonesia dimungkinkan untuk menciptakan kebijakaan yang lebih tegas terhadap kekayaan alam ini. Sehingga intervensi dari pihak luar tidak mempengaruhi pergerakan Indonesia untuk meraih kesejahteraan dalam negeri dan juga menciptakan efek global.
Macam-macam Globalisasi

Globalisasi Informasi

• Kemajuan teknologi informasi melalui satelit, komputer, internet dan media massa memungkinkan berita dari belahan dunia dapat cepat sampai ke belahan dunia lain. Mengecilnya ruang dan waktu telah mengakibatkan bahwa hampir tak ada kelompok orang atau bagian dunia yang hidup dalam isolasi . Informasi ttg keadaan/situasi lain dapat menciptakan suatu pengetahuan umum yg jauh lebih luas dan aktual dari yang ada sebelumnya. Batas-batas teritorial suatu negara menjadi tidak relevan . Batas negara tidak lagi menjadi batas informasi karena seseorang mahasiswa di Indonesia dapat dengan cepat berkomunikasi langsung dengan seorang mahasiswa di Harvard ( AS )



Globalisasi Ekonomi

• Dalam bidang ekonomi ada tuntutan dunia yang berupa perdagangan internasional tanpa hambatan batas-batas negara ( eksport dan import ). Proteksi berupa bea masuk yg tinggi atau larangan masuknya barang dari luar negeri dianggap bertentangan dgn arus globalisasi

Menurut Tantri Abeng perwujudan nyata dari globalisasi ekonomi meliputi :

1. Globalisasi produksi
2. Globalisasi pembiayaan
3. Globalisasi tenaga kerja
4. Globalisasi jaringan informasi
5. Globalisasi perdagangan



Globalisasi Kebudayaan

• Perkembangan globalisasi kebudayaan secara intensif terjadi pada awal abad ke-20 dengan berkembangnya teknologi komunikasi . Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi membutuhkan penyesuaian tata nilai dan perilaku . Pengembangan kebudayaan diharapkan dapat memberikan arah bagi perwujudan identitas nasional yg sesuai dgn nilai-nilai luhur budaya bangsa.

Ciri-ciri berkembangnya globalisasi kebudayaan antara lain :
Ø Berkembangnya pertukaran kebudayaan internasional
Ø Penyebaran prinsip multikebudayaan
Ø Berkembangnya industri pariwisata
Ø Semakin banyaknya imigrasi dari suatu negara ke negara lain
Ø Berkembangnya mode yang berskala global
Ø Bertambah banyaknya event-event berskala global

Isu-isu global yang muncul dengan adanya globalisasi :
1. Demokrasi
2. Hak Asasi Manusia
3. Lingkungan
4. Pluralisme
5. Pasar Bebas ( AFTA, APEC )

KESAN GLOBALISASI TERHADAP KALANGAN REMAJA

DUNIA kini semakin rumit dan berserabut. Jika ada dua perkataan yang dapat menggambarkan situasi yang kini sedang berkembang dalam dunia dewasa ini adalah "kekeliruann dan "kepalsuan".

Apakah yang lebih mengelirukan bagi generasi pewaris jika mereka dalam suatu keadaan sedang menyaksikan kehidupan manusia yang berada di dalam kekaburan dan kesamaran untuk menentukan destinasi hidup yang sebenar? Di suatu waktu golongan muda kita diperdengarkan mengenai slogan keadilan dan kebenaran tetapi di waktu yang lain mereka menyaksikan perbuatan yang zalim dan pemalsuan di atas nama keadilan dan kebenaran itu sendiri.

Sesungguhnya kekeliruan dalam pemikiran dan tanggapan terhadap erti kesejahteraan dan kemakmuran hidup telah membawa kepada krisis yang semakin kusut dan tragedi yang amat besar kepada kemanusiaan di waktu ini. Komplot dikelirukan di atas nama kebersamaan, monopoli kekayaan di atas nama pertumbuhan ekonomi, dominasi budaya di atas nama liberalisasi, penindasan golongan lemah di atas nama demokrasi, hedonisme di atas nama kebebasan individu peminggiran di atas nama urbanisasi dan penjajahan di atas nama pasaran bebas.

Semua ini sedang dihidangkan kepada generasi pewaris. Dalam jangka masa panjang yang palsu jika diulangi dan diperkukuhkan dengan kenyataan yang tidak disanggah, akhirnya akan menjadi persepsi yang dianggap benar dan terus dilanjutkan serta kadangkala dipertahankan tanpa soal.

Kita kerap memperkatakan sesuatu yang sering tidak kita fahami tetapi akibat dari sogokan yang bertubi-tubi melalui pelbagai media ia sudahnya diterima. Di zaman ini tidak ada ungkapan dan laungan yang paling tertonjol dan didengari dan dianggap sebagai benar oleh hampir semua pemegang kuasa dan khalayak awam melainkan Globalisasi.

Ramai yang sudah hampir yakin dengan penuh taqlid bahawa fenomena globalisasi adalah suatu realiti yang perlu diakui. Sejauh mana dan ke mana arah sebenarnya globalisasi akan membawa kita hampir tidak dapat diteliti dengan waras dan saksama oleh pelbagai pemikir dan perancang.

Kita sekarang sebenarnya sedang berada di suatu zaman di mana proses penyeragaman yang amat ketara sedang berlangsung. Akibat dari apa yang dikatakan globalisasi, kita sudah hampir pasti mengatakan kepelbagaian adalah satu ketidaksempurnaan. Oleh yang demikian kita semakin akur mengatakan bahawa globalisasi adalah suatu konsep yang benar dan tepat walaupun natijahnya jelas membawa banyak kesan negatif daripada positif. Kita akan perhatikan bahawa hampir semua aspek kehidupan kita sedang menjalani proses globalisasi yang sebenarnya adalah untuk mengheret kita ke dalam suatu sistem hidup yang diseragamkan di seluruh dunia.

Tidak ada aspek kehidupan yang tidak disentuh oleh proses globalisasi. Tidak ada sektor pembangunan dan kemajuan sesebuah negara yang sepi dari sentuhan glabalisasi. Namun begitu kita tidak pula nampaknya mengambil sikap yang kritikal terhadap proses ini.
Dalam keghairahan untuk diglobalkan, kita semakin terputus dari budaya dan akar sejarah kita sendiri. Suatu tanggapan yang tidak disedari sedang menjadi asas pemikiran kita masa kini ialah semua sejarah bangsa mahupun negara tidak lagi bermakna melainkan proses globalisasi adalah satu-satunya fenomena yang harus membentuk seluruh tamadun hidup semasa.

Murni

Itulah hakikat globalisasi sebenarnya di mana ia adalah suatu proses penyeragaman dan penyamarataan "semua untuk satu dan satu untuk semua". Globalisasi dilihat sebagai suatu faham bahawa di dalam kehidupan ini tidak wajar lagi diiktiraf tanggapan nilai murni dan mulia secara objektif. Akibat dari "nilai-nilai global" yang dibentuk serta didalangi dan didukungi oleh faham dan pandangan hidup barat, maka kehidupan yang dilandaskan oleh nilai-nilai mutlak berdasarkan pegangan agama tidak lagi dapat diterima.

Apa yang disogokkan melalui globalisasi ialah segalagalanya perlu disamaratakan. Dengan lain perkataan ia bermakna seluruh pandangan hidup dan nilai hidup hendaklah diseragamkan tidak kira dari mana asas nilainya yang dibentuk. Ini diterjemahkan dalam pelbagai dimensi hidup dari sekecil-kecil perilaku seperti berpakaian sehinggalah ke sebesar-besar agenda di peringkat perhubungan antarabangsa.

Lantaran globalisasi mempunyai Jentera penjananya sendiri iaitu badan-badan konglomerat dunia yang sekali lagi berpaksi dan berpusat di barat maka kepentingan globalisasi pada hakikatnya tidak lain daripada kepentingan barat jua. Globalisasi pada hakikatnya tidak lebih daripada maksud dominasi. Laungan keadilan dan kesaksamaan universal yang cuba dikaitkan dengan proses globalisasi hanya merupakan suatu pemalsuan dan penyembunyian hakikat sebenar.

Kita sering tenggelam dan lemas dalam kejahilan yang amat ketara. Hampir jelas globalisasi sebagai suatu istilah baru kepada gerakan yang lama tidak lagi dapat difahami apatah lagi dianalisa dengan kritikal.

Semakin ramai penganalisis dunia kini telah memperakui globalisasi sebagai satu kenyataan yang diterima dan perlu dijadikan premis yang benar dan tidak boleh dipersoalkan lagi. Keghairahan pemikir-pemikir dan ahli-ahli akademik untuk menerima globalisasi kini diperkukuhkan oleh badan-badan antarabangsa di atas pelbagai nama yang amat mengkagumkan. Tanpa segan silu lagi mereka mengatakan bahawa fenomena wujudnya "rakyat global" adalah suatu bentuk idealisme yang perlu diterima oleh semua negara.

Demikianlah mendalamnya pemikiran globalisasi yang dijiwai oleh perancang-perancang pembangunan di seluruh dunia sehingga tidak wujud lagi rasa curiga terhadap kesan prosesnya yang dijana dan dicanangkan oleh kuasa-kuasa barat.

Tidaklah menghairankan kalau penganut-penganut globalisme ini akhirnya akan mengatakan, kedaulatan sesebuah negara bangsa tidak perlu diwujudkan lagi kerana mereka terus beranggapan bahawa apa yang dipanggil "dunia tanpa sempadan" adalah kemuncak kemajuan. Dengan demikian mereka berasa puas untuk menjadi alat dan hamba kepada pelbagai institusi global yang mengeksploitasi seluruh kepakaran dan keahlian mereka bagi membuka dan merungkai segala halangan yang menyebabkan sesebuah negara tidak memperakui globalisasi sebagai satu kemestian.

Kita menjadi semakin terhimpit apabila negara dankebanyakan pemimpin sudah membuat komitmen untuk menyertai proses globalisasi ini. Apakah makna, ke arah manakah tujuan dan apakah implikasinya, tidak menjadi persoalan penting. Apa yang diutamakan adalah semua pihak perlu menyertai dan menyesuaikan diri untuk menjadi lebih global.

Jika benarlah global itu bermakna lebih menyeluruh dan mengambilkira semua aspek dan kepentingan setiap warga dunia, kenapakah realiti globalisasi yang sedang berjalan kini tidak menunjukkan tanda tersebut melainkan semakin ketara fenomena dunia yang bersifat unipolar sedang dikuasai oleh hanya satu blok kuasa iaitu blok barat sahaja. Yang semakin jelas ialah bukan konsep menyeluruh itu yang sebenarnya ditekankan tetapi sebaliknya konsep "semua untuk satu" jualah yang kini menjadi agenda barat.

Apabila kita ingin menyinggung persoalan cabaran dan kesan globalisasi ke atas golongan remaja, sebenarnya kita sudah agak lewat untuk membuat suatu penilaian kritikal bagi mempersiapkan golongan tersebut menghadapi fenomena ini. Malah kesan globalisasi sudah terlalu awal lagi berada dalam kawalan kuasa besar dalam pelbagai bentuk seperti badan ekonomi, badan korporat dan konglomerat teknologi.

Cabaran

Satu-satunya cabaran globalisasi yang perlu diperbahaskan di agenda paling atas adalah cabaran ke atas aspek sosial budaya. Cabaran ini adalah suatu persoalan yang sangat kritikal kerana sesudah terlerainya benteng sosio budaya sesuatu kelompok masyarakat belia dapat disempurnakan maka segala usaha untuk menerobos bidang — bidang yang lain akan menjadi lebih mudah.

Golongan muda sebahagian besarnya sudah terheret di dalam proses globalisasi sosio budaya. Melalui pelbagai saluran, golongan belia akan menjadi dan terus menjadi sasaran utama globalisasi yang didalangi oleh syarikat-syarikat multinasional dan transnasional. Sesungguhnya tidaklah mengejutkan apabila sistem sosio budaya masyarakat muda kini sudah dirungkai sehingga segala nilai tradisi kita kini sedang melalui proses penghakisan yang amat ketara.

Adalah terlalu ketara untuk menafikan mengenai wujudnya keadaan di mana anak-anak muda semakin menunjukkan tanda tercabut dari akar budaya, bangsa dan agamanya sendiri. Dalam keghairahan untuk mengejari gaya hidup global yang ditandai oleh pelbagai ciri kehidupan barat, anak-anak muda kita secara umumnya kini sudah tidak merasa bersalah untuk meniru secara bulat budaya hidup barat. Kita dapat saksikan globalisasi budaya ini dalam pelbagai bentuk kehidupan golongan belia.

Pengamatan yang jelas dapat membuktikan fenomena di atas boleh disaksikan dengan insiden-insiden dan trend berikut:

* Pakaian jenama barat.
* Makanan segera keluaran barat.
* Minuman global yang ditaja oleh barat.
* Hiburan yang menonjolkan budaya barat.
* Media barat yang semakin membanjiri masyarakat muda.
* Rekreasi yang meniru ala barat.
* Dunia lakonan dan pembikinan filem cara barat
* Majlis-majlis sosial yang menonjolkan acara-acara ala barat.
* Produk rokok yang menajakan budaya hidup barat.




Kesimpulan Akhir

Demikianlah antara fenomena globalisasi yang kini sedang mencabar seluruh jati diri golongan muda. Dari globalisasi kepada dominasi, golongan muda semakin terdedah kepada kehidupan dan nilai keperibadian yang terputus dan terpisah jauh dari budaya hidup timur.

Kita tidak mempunyai pilihan melainkan untuk meneliti secara kritikal dari implikasi globalisasi yang semakin rancak dan tidak terkawal. Golongan muda seharusnya berani untuk menyanggah arus globalisasi bagi memastikan jati diri kita yang sebenar tidak akan digadai. Hanya golongan muda yang mempunyai keberanian dan keyakinan diri bahawa sementara kita ingin berinteraksi dengan dunia luar kita tetap akan terus yakin dan tegas dalam mempertahankan kejatian diri kita. Tanpa kesedaran ini globalisasi akan menenggelam dan melemaskan golongan muda dengan nilai dan pegangan hidup yang sangat mengelirukan dan palsu.

Minggu, 13 Februari 2011

Teori globalisasi

Teori globalisasi

Cochrane dan Pain menegaskan bahwa dalam kaitannya dengan globalisasi, terdapat tiga posisi teoritis yang dapat dilihat, yaitu:
  • Para globalis percaya bahwa globalisasi adalah sebuah kenyataan yang memiliki konsekuensi nyata terhadap bagaimana orang dan lembaga di seluruh dunia berjalan. Mereka percaya bahwa negara-negara dan kebudayaan lokal akan hilang diterpa kebudayaan dan ekonomi global yang homogen. meskipun demikian, para globalis tidak memiliki pendapat sama mengenai konsekuensi terhadap proses tersebut.
  • Para globalis positif dan optimistis menanggapi dengan baik perkembangan semacam itu dan menyatakan bahwa globalisasi akan menghasilkan masyarakat dunia yang toleran dan bertanggung jawab.
  • Para globalis pesimis berpendapat bahwa globalisasi adalah sebuah fenomena negatif karena hal tersebut sebenarnya adalah bentuk penjajahan barat (terutama Amerika Serikat) yang memaksa sejumlah bentuk budaya dan konsumsi yang homogen dan terlihat sebagai sesuatu yang benar dipermukaan. Beberapa dari mereka kemudian membentuk kelompok untuk menentang globalisasi (antiglobalisasi).
  • Para tradisionalis tidak percaya bahwa globalisasi tengah terjadi. Mereka berpendapat bahwa fenomena ini adalah sebuah mitos semata atau, jika memang ada, terlalu dibesar-besarkan. Mereka merujuk bahwa kapitalisme telah menjadi sebuah fenomena internasional selama ratusan tahun. Apa yang tengah kita alami saat ini hanyalah merupakan tahap lanjutan, atau evolusi, dari produksi dan perdagangan kapital.
  • Para transformasionalis berada di antara para globalis dan tradisionalis. Mereka setuju bahwa pengaruh globalisasi telah sangat dilebih-lebihkan oleh para globalis. Namun, mereka juga berpendapat bahwa sangat bodoh jika kita menyangkal keberadaan konsep ini. Posisi teoritis ini berpendapat bahwa globalisasi seharusnya dipahami sebagai "seperangkat hubungan yang saling berkaitan dengan murni melalui sebuah kekuatan, yang sebagian besar tidak terjadi secara langsung". Mereka menyatakan bahwa proses ini bisa dibalik, terutama ketika hal tersebut negatif atau, setidaknya, dapat dikendalikan.
Sejarah globalisasi
Banyak sejarawan yang menyebut globalisasi sebagai fenomena di abad ke-20 ini yang dihubungkan dengan bangkitnya ekonomi internasional. Padahal interaksi dan globalisasi dalam hubungan antarbangsa di dunia telah ada sejak berabad-abad yang lalu. Bila ditelusuri, benih-benih globalisasi telah tumbuh ketika manusia mulai mengenal perdagangan antarnegeri sekitar tahun 1000 dan 1500 M. Saat itu, para pedagang dari Tiongkok dan India mulai menelusuri negeri lain baik melalui jalan darat (seperti misalnya jalur sutera) maupun jalan laut untuk berdagang. Berkas:Mcdonalds oslo 2.jpg Fenomena berkembangnya perusahaan McDonald di seluroh pelosok dunia menunjukkan telah terjadinya globalisasi.
Fase selanjutnya ditandai dengan dominasi perdagangan kaum muslim di Asia dan Afrika. Kaum muslim membentuk jaringan perdagangan yang antara lain meliputi Jepang, Tiongkok, Vietnam, Indonesia, Malaka, India, Persia, pantai Afrika Timur, Laut Tengah, Venesia, dan Genoa. Di samping membentuk jaringan dagang, kaum pedagang muslim juga menyebarkan nilai-nilai agamanya, nama-nama, abjad, arsitek, nilai sosial dan budaya Arab ke warga dunia.
Fase selanjutnya ditandai dengan eksplorasi dunia secara besar-besaran oleh bangsa Eropa. Spanyol, Portugis, Inggris, dan Belanda adalah pelopor-pelopor eksplorasi ini. Hal ini didukung pula dengan terjadinya revolusi industri yang meningkatkan keterkaitan antarbangsa dunia. berbagai teknologi mulai ditemukan dan menjadi dasar perkembangan teknologi saat ini, seperti komputer dan internet. Pada saat itu, berkembang pula kolonialisasi di dunia yang membawa pengaruh besar terhadap difusi kebudayaan di dunia.
Semakin berkembangnya industri dan kebutuhan akan bahan baku serta pasar juga memunculkan berbagai perusahaan multinasional di dunia. Di Indinesia misalnya, sejak politik pintu terbuka, perusahaan-perusahaan Eropa membuka berbagai cabangnya di Indonesia. Freeport dan Exxon dari Amerika Serikat, Unilever dari Belanda, British Petroleum dari Inggris adalah beberapa contohnya. Perusahaan multinasional seperti ini tetap menjadi ikon globalisasi hingga saat ini.
Fase selanjutnya terus berjalan dan mendapat momentumnya ketika perang dingin berakhir dan komunisme di dunia runtuh. Runtuhnya komunisme seakan memberi pembenaran bahwa kapitalisme adalah jalan terbaik dalam mewujudkan kesejahteraan dunia. Implikasinya, negara negara di dunia mulai menyediakan diri sebagai pasar yang bebas. Hal ini didukung pula dengan perkembangan teknologi komunikasi dan transportasi. Alhasil, sekat-sekat antarnegara pun mulai kabur.

Ciri Globalisasi

Ciri globalisasi

Berikut ini beberapa ciri yang menandakan semakin berkembangnya fenomena globalisasi di dunia:
  • Perubahan dalam Konstantin ruang dan waktu. Perkembangan barang-barang seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, sementara melalui pergerakan massa semacam turisme memungkinkan kita merasakan banyak hal dari budaya yang berbeda.
  • Pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional, peningkatan pengaruh perusahaan multinasional, dan dominasi organisasi semacam World Trade Organization (WTO).
  • Peningkatan interaksi kultural melalui perkembangan media massa (terutama televisi, film, musik, dan transmisi berita dan olah raga internasional). saat ini, kita dapat mengonsumsi dan mengalami gagasan dan pengalaman baru mengenai hal-hal yang melintasi beraneka ragam budaya, misalnya dalam bidang fashion, literatur, dan makanan.
  • Meningkatnya masalah bersama, misalnya pada bidang lingkungan hidup, krisis multinasional, inflasi regional dan lain-lain.
Kennedy dan Cohen menyimpulkan bahwa transformasi ini telah membawa kita pada globalisme, sebuah kesadaran dan pemahaman baru bahwa dunia adalah satu. Giddens menegaskan bahwa kebanyakan dari kita sadar bahwa sebenarnya diri kita turut ambil bagian dalam sebuah dunia yang harus berubah tanpa terkendali yang ditandai dengan selera dan rasa ketertarikan akan hal sama, perubahan dan ketidakpastian, serta kenyataan yang mungkin terjadi. Sejalan dengan itu, Peter Drucker menyebutkan globalisasi sebagai zaman transformasi sosial.

DAMPAK GLOBALISASI

Dampak positif globalisasi antara lain:
1. Semakin terbukanya pasar untuk produk-produk ekspor, dengan catatan produk ekspor Indonesia mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini membuka kesempatan bagi pengusaha di Indonesia untuk melahirkan produk-produk berkualitas, kreatif, dan dibutuhkan oleh pasar dunia.
2. Semakin mudah mengakses modal investasi dari luar negeri. Apabila investasinya bersifat langsung, misalnya dengan pendirian pabrik di Indonesia maka akan membuka lapangan kerja. Hal ini bisa mengatasi kelangkaan modal di Indonesia.
3. Semakin mudah memperoleh barang-barang yang dibutuhkan masyarakat dan belum bisa diproduksi di Indonesia.
4. Semakin meningkatnya kegiatan pariwisata, sehingga membuka lapangan kerja di bidang pariwisata sekaligus menjadi ajang promosi produk Indonesia.
 

Dampak negatif globalisasi bagi kegiatan ekonomi di Indonesia terutama bersumber dari ketidaksiapan ekonomi Indonesia dalam persaingan yang semakin bebas. Dampak negatifnya sebagai berikut.
1. Kemungkinan hilangnya pasar produk ekspor Indonesia karena kalah bersaing dengan produksi negara lain yang lebih murah dan berkualitas. Misalnya produk pertanian kita kalah jauh dari Thailand.
2. Membanjirnya produk impor di pasaran Indonesia sehingga mematikan usaha-usaha di Indonesia. Misalnya, ancaman produk batik Cina yang lebih murah bagi industri batik di tanah air.
3. Ancaman dari sektor keuangan dunia yang semakin bebas dan menjadi ajang spekulasi. Investasi yang sudah ditanam di Indonesia bisa dengan mudah ditarik atau dicabut jika dirasa tidak lagi menguntungkan. Hal ini bisa memengaruhi kestabilan ekonomi.
4. Ancaman masuknya tenaga kerja asing (ekspatriat) di Indonesia yang lebih profesional SDMnya. Lapangan kerja di Indonesia yang sudah sempit jadi semakin sempit.
Kesimpulannya, globalisasi bisa berdampak positif atau negatif tergantung kesiapan kita mengadapinya.
Dampak dlm bidang Ekonomi
1. Dampak globalisasi dalam bidang ekonomi, antara lain :
Globalisasi dan liberalisme pasar telah menawarkan alternatif bagi pencapaian standar hidup yang lebih tinggi. Semakin melebarnya ketimpangan distribusi pendapatan antar negara-negara kaya dengan negara-negara miskin. Munculnya perusahaan-perusahaan multinasional dan transnasional. Membuka peluang terjadinya penumpukan kekayaan dan monopoli usaha dan kekuasaan politik pada segelintir orang. Munculnya lembaga-lembaga ekonomi dunia seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional, WTO.
2. Dampak Globalisasi dalam bidang Sosial Budaya :
Semakin bertambah globalnya berbagai nilai budaya kaum kapitalis dalam masyarakat dunia. Merebaknya gaya berpakaian barat di negara-negara berkembang. Menjamurnya produksi film dan musik dalam bentuk kepingan CD/ VCD atau DVD.
3. Dampak Globalisasi dalam bidang Politik
Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Timbulnya gelombang demokratisasi ( dambaan akan kebebasan ).
Dampak positif Globalisasi :
1. Mudah memperoleh informasi dan ilmu pengetahuan
2. Mudah melakukan komunikasi
3. Cepat dalam bepergian ( mobili-tas tinggi )
4. Menumbuhkan sikap kosmopo-litan dan toleran
5. Memacu untuk meningkatkan kualitas diri
6. Mudah memenuhi kebutuhan
Dampak negatif Globalisasi:
1. Informasi yang tidak tersaring
2. Perilaku konsumtif
3. Membuat sikap menutup diri, berpikir sempit
4. Pemborosan pengeluaran dan meniru perilaku yang buruk
5. Mudah terpengaruh oleh hal yang berbau barat

Munculnya globalisasi tentunya membawa dampak bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Dampak globalisasi tersebut meliputi dampak positif dan dampak negatif di berbagai bidang kehidupan seperti kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan berdampak kepada nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.
Pengaruh positif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.
2. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.
3. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
• Pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai- nilai nasionalisme
1. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang
2. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri (seperti Mc Donald, Coca Cola, Pizza Hut,dll.) membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.
3. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

Dampak Globalisasi terhadap sosial budaya
Keadaaan keseimbangan dalam masyarakat merupakan keadaan yang diidam-idamkan oleh setiap masyarakat. Dalam keadaan yang demikian, individu-individu secara psikologis merasakan adanya suatu ketentraman, sebab tidak ada pertentangan-pertentangan dalam norma-norma dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat. Setiap kali terjadi gangguan keseimbangan, masyarakat dapat menolak unsur-unsur yang akan membawa perubahan. Penolakan ini disebabkan masyarakat takut terjadi goyahnya keseimbangan sistem yang berarti dapat muncul ketidaktentraman.

 

PENGERTIAN GLOBALISASI

Globalisasi

Globalisasi adalah suatu proses di mana antarindividu, antarkelompok, dan antarnegara saling berinteraksi, bergantung, terkait, dan memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas negara
Dalam banyak hal, globalisasi mempunyai banyak karakteristik yang sama dengan internasionalisasi sehingga kedua istilah ini sering dipertukarkan. Sebagian pihak sering menggunakan istilah globalisasi yang dikaitkan dengan berkurangnya peran negara atau batas-batas negara.

 Pengertian

Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition), sehingga bergantung dari sisi mana orang melihatnya. Ada yang memandangnya sebagai suatu proses sosial, atau proses sejarah, atau proses alamiah yang akan membawa seluruh bangsa dan negara di dunia makin terikat satu sama lain, mewujudkan satu tatanan kehidupan baru atau kesatuan ko-eksistensi dengan menyingkirkan batas-batas geografis, ekonomi dan budaya masyarakat.
Di sisi lain, ada yang melihat globalisasi sebagai sebuah proyek yang diusung oleh negara-negara adikuasa, sehingga bisa saja orang memiliki pandangan negatif atau curiga terhadapnya. Dari sudut pandang ini, globalisasi tidak lain adalah kapitalisme dalam bentuk yang paling mutakhir. Negara-negara yang kuat dan kaya praktis akan mengendalikan ekonomi dunia dan negara-negara kecil makin tidak berdaya karena tidak mampu bersaing. Sebab, globalisasi cenderung berpengaruh besar terhadap perekonomian dunia, bahkan berpengaruh terhadap bidang-bidang lain seperti budaya dan agama. Theodore Levitte merupakan orang yang pertama kali menggunakan istilah Globalisasi pada tahun 1985.
Scholte melihat bahwa ada beberapa definisi yang dimaksudkan orang dengan globalisasi:
  • Internasionalisasi: Globalisasi diartikan sebagai meningkatnya hubungan internasional. Dalam hal ini masing-masing negara tetap mempertahankan identitasnya masing-masing, namun menjadi semakin tergantung satu sama lain.
  • Liberalisasi: Globalisasi juga diartikan dengan semakin diturunkankan batas antar negara, misalnya hambatan tarif ekspor impor, lalu lintas devisa, maupun migrasi.
  • Universalisasi: Globalisasi juga digambarkan sebagai semakin tersebarnya hal material maupun imaterial ke seluruh dunia. Pengalaman di satu lokalitas dapat menjadi pengalaman seluruh dunia.
  • Westernisasi: Westernisasi adalah salah satu bentuk dari universalisasi dengan semakin menyebarnya pikiran dan budaya dari barat sehingga mengglobal.
  • Hubungan transplanetari dan suprateritorialitas: Arti kelima ini berbeda dengan keempat definisi di atas. Pada empat definisi pertama, masing-masing negara masih mempertahankan status ontologinya. Pada pengertian yang kelima, dunia global memiliki status ontologi sendiri, bukan sekadar gabungan negara-negara.